UNIVERSITAS GUNADARMA

Rabu, 01 Desember 2010

Penebangan Hutan

A. Latar Belakang
Saat ini, hanya kurang dari separuh Indonesia yang memiliki hutan. Perlu diketahui bahwa penebangan hutan baik itu legal ataupun ilegal, HPH maupun liar, merupakan ancaman untuk masyarakat.
Mungkin kita merasa biasa saja dengan bencana seperti itu di Indonesia, tetapi bencana ini sudah terjadi berulang-ulang kali karena penebangan hutan yang dilakukan oleh manusia sendiri.
Jumlah hutan-hutan di Indonesia sekarang ini makin turun dan banyak dihancurkan berkat penebangan hutan, penambangan, perkebunan agrikultur dalam skala besar, kolonisasi, dan aktivitas lain yang substansial, seperti memindahkan pertanian dan menebang kayu untuk bahan bakar.
Indonesia memiliki harapan bahwa dengan ditebangnya hutan-hutan di Indonesia justru akan mendapatkan devisa yang banyak dan yang sebenarnya justru menguntungkan, tetapi sayangnya Indonesia salah menggunakan hutan.
Pada kenyataannya, efek dari berkurangnya hutan ini pun meluas, tampak pada aliran sungai yang tidak biasa, erosi tanah, dan berkurangnya hasil dari produk-produk hutan. Polusi dari pemutih khlorin yang digunakan untuk memutihkan sisa-sisa dari tambang telah merusak sistem sungai dan hasil bumi di sekitarnya, sementara perburuan ilegal telah menurunkan populasi dari beberapa spesies yang mencolok, di antaranya orangutan (terancam), harimau Jawa dan Bali (punah), serta badak Jawa dan Sumatera (hampir punah). Di pulau Irian Jaya, satu-satunya sungai es tropis memang mulai menyurut akibat perubahan iklim, namun juga akibat lokal dari pertambangan dan penggundulan hutan.

B. Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka timbul masalah:
1) Seberapa banyak hutan di Indonesia yang ditebang?
2) Mengapa hutan kita rusak?
3) Bagaimana penebangan hutan itu terjadi?
4) Apa dampak dari kerusakan hutan?
5) Upaya apa yang sudah dilakukan?

E. Perumusan Masalah
- Apa dampak kerusakan hutan dan upaya apa yang bisa dilakukan untuk mencegahnya?

D. Tujuan
Tujuan penulis membahas tentang penebangan hutan adalah agar penulis dapat mengetahui keadaan sebenarnya tentang penebangan hutan di Indonesia yang dalam dugaan selama ini berbeda dengan kenyataannya.

E. Cara Pengumpulan Data
Metode yang digunakan penulis dalam pengumpulan data adalah dengan studi pustaka, yaitu dengan browsing di website dan membaca artikel-artikel di koran dan majalah.

F. Ruang Lingkup
Dalam karya tulis ini, melalui media internet, penulis meneliti daerah-daerah di pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, dan Papua dalam rentang waktu antara tahun 1960-sekarang.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Indonesia Merupakan Penebang Hutan Terbesar
Indonesia menghancurkan kira-kira 51 kilometer persegi hutan setiap harinya, setara dengan luas 300 lapangan bola setiap jam.
Angka tersebut diperoleh dari kalkulasi berdasarkan data laporan ‘State of the World’s Forests 2007’ yang dikeluarkan the UN Food & Agriculture Organization’s (FAO). Menurut laporan tersebut sepuluh negara membentuk 80 persen hutan primer dunia, dimana Indonesia, Meksiko, Papua Nugini dan Brasil mengalami kerusakan hutan terparah sepanjang kurun waktu 2000 hingga 2005.
B. Mengapa Hutan Kita Rusak
Kerusakan hutan kita dipicu oleh tingginya permintaan pasar dunia terhadap kayu, meluasnya konversi hutan menjadi perkebunan sawit, korupsi dan tidak ada pengakuan terhadap hak rakyat dalam pengelolaan hutan.
Industri perkayuan di Indonesia memiliki kapasitas produksi sangat tinggi dibanding ketersediaan kayu. Pengusaha kayu melakukan penebangan tak terkendali dan merusak, pengusaha perkebunan membuka perkebunan yang sangat luas, serta pengusaha Industri perkayuan di Indonesia memiliki kapasitas produksi sangat tinggi dibanding ketersediaan kayu. Pengusaha kayu melakukan penebangan tak terkendali dan merusak, pengusaha perkebunan membuka perkebunan yang sangat luas, serta pengusaha pertambangan membuka kawasan-kawasan hutan.

Dan hal ini juga makin diperparah dengan kondisi pemerintah yang korup, yang menganggap hutan sebagai sumber uang dan dapat dikuras habis untuk keperluan pribadi atau kelompok.

Manajemen hutan di Indonesia telah lama dijangkiti oleh korupsi. Petugas pemerintahan yang dibayar rendah dikombinasikan dengan lazimnya usahawan tanpa reputasi baik dan politisi licik, larangan penebangan hutan liar yang tak dijalankan, penjualan spesies terancam yang terlupakan, peraturan lingkungan hidup yang tak dipedulikan, taman nasional yang dijadikan lahan penebangan pohon, serta denda dan hukuman penjara yang tak pernah ditimpakan. Korupsi telah ditanamkan pada masa pemerintahan mantan Presiden Jendral Haji Mohammad Soeharto (Suharto), yang memperoleh kekuasaan sejak 1967 setelah berpartisipasi dalam perebutan pemerintahan oleh militer di tahun 1967. Di bawah pemerintahannya, kroni tersebar luas, serta banyak dari relasi dekat dan kelompoknya mengumpulkan kekayaan yang luar biasa melalui subsidi dan praktek bisnis yang kotor.
C. Bagaimana Penebangan Hutan Itu Terjadi
Penebangan hutan di Indonesia yang tak terkendali telah dimulai sejak akhir tahun 1960-an, yang dikenal dengan banjir-kap, dimana orang melakukan penebangan kayu secara manual. Penebangan hutan skala besar dimulai pada tahun 1970. Dan dilanjutkan dengan dikeluarkannya ijin-ijin pengusahaan hutan tanaman industri di tahun 1990, yang melakukan tebang habis (land clearing).
Selain itu, areal hutan juga dialihkan fungsinya menjadi kawasan perkebunan skala besar yang juga melakukan penebangan hutan secara menyeluruh, menjadi kawasan transmigrasi dan juga menjadi kawasan pengembangan perkotaan.
Di tahun 1999, pemerintah daerah membagi-bagikan kawasan hutannya kepada pengusaha daerah dalam bentuk hak pengusahaan skala kecil. Di saat yang sama juga terjadi peningkatan aktivitas benebangan hutan tanpa ijin yang tak terkendali oleh kelompok masyarakat yang dibiayai pemodal yang dilindungi oleh aparat pemerintahan dan keamanan.
D. Dampak kerusakan hutan
Dengan semakin berkurangnya hutan di Indonesia, maka sebagian besar kawasan di Indonesia merupakan kawasan yang rentan akan bencana, seperti kekeringan maupun tanah longsor. Sejak tahun 1998 hingga pertengahan 2003, tercatat telah terjadi 647 kejadian bencana di Indonesia dengan 2022 korban jiwa dan kerugian milyaran rupiah, dimana 85% dari bencana tersebut merupakan bencana banjir dan longsor yang diakibatkan oleh kerusakan hutan [Bakornas Penanggulangan Bencana, 2003].
Selain itu, Indonesia juga akan kehilangan tumbuhan dan hewan yang beragam yang selama ini menjadi kebanggaan bangsa Indonesia. Sementara itu, hutan juga merupakan sumber kehidupan bagi rakyat Indonesia. Hutan merupakan penghasil makanan, obat-obatan, serta menjadi tempat hidup bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Seiring dengan makin meningkatnya kerusakan hutan di Indonesia, semakin tinggi juga tingkat kemiskinan di Indonesia.
Ilmuwan di berbagai belahan dunia telah membuktikan hubungan langsung antara kerusakan hutan dengan bencana banjir dan longsor, konflik dengan masyarakat, hilangnya keanekaragaman hayati, timbulnya kebakaran hutan dan juga sebagai salah satu faktor pemicu perubahan iklim global.
Akibat Penebangan Hutan, 2.100 Mata Air Mengering
Kelangkaan minyak tanah yang kerap mendera penduduk di berbagai daerah di Banyumas, Jawa Tengah, akhir-akhir ini dikhawatirkan memacu penduduk kembali menggunakan kayu bakar dan menebang pohon tanaman keras.
Jika itu terjadi, kerusakan sumber air (mata air) akan semakin cepat. Di Banyumas saat ini tinggal 900 mata air, padahal tahun 2001 masih tercatat 3.000 mata air.
Setiap tahun rata-rata sekitar 300 mata air mati akibat penebangan terprogram (hutan produksi) maupun penebangan tanaman keras milik penduduk, ujar Wisnu Hermawanto, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Banyumas, Kamis (25/8).
Akan tetapi akibat berbagai tekanan baik kebutuhan hidup maupun perkembangan penduduk, perlindungan terhadap sumber air maupun tanaman keras atau hutan rakyat semakin berat.
Di lain pihak, penduduk yang di lahannya terdapat sumber air tidak pernah memperoleh kompensasi sebagai ganti atas kesediaannya untuk tidak menebangi pohonnya.
Kesulitan penduduk memperoleh minyak tanah berdampak pada peningkatan penggunaan kayu bakar. Penduduk di daerah pedesaan yang jauh dari pangkalan minyak tanah memilih menebang pohon untuk kayu bakar.
Satu ikat kayu bakar ukuran sedang sekarang harganya sudah Rp 7.000, ujar Wisnu.
Ia memprediksi, setiap hari sekitar 1.500 pohon milik penduduk di Banyumas ditebang untuk dijadikan kayu bakar sebagai pengganti minyak tanah.
E. Upaya yang Dilakukan Untuk Mencegah Penebangan Hutan
Pemerintah Indonesia melalui keputusan bersama Departemen Kehutanan dan Departemen Perindustrian dan Perdagangan sejak tahun 2001 telah mengeluarkan larangan ekspor kayu bulat (log) dan bahan baku serpih. Dan pada tahu 2003, Departemen Kehutanan telah menurunkan jatah tebang tahunan (jumlah yang boleh ditebang oleh pengusaha hutan) menjadi 6,8 juta meter kubik setahun dan akan diturunkan lagi di tahun 2004 menjadi 5,7 juta hektar setahun.
Pemerintah juga telah membentuk Badan Revitalisasi Industri Kehutanan (BRIK) yang bertugas untuk melakukan penyesuaian produksi industri kehutanan dengan ketersediaan bahan baku dari hutan.
Selain itu, Pemerintah juga telah berkomitmen untuk melakukan pemberantasan illegal logging dan juga melakukan rehabilitasi hutan melalui Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) yang diharapkan di tahun 2008 akan dihutankan kembali areal seluas tiga juta hektar.

F. Jeda penebangan hutan
Jeda pembalakan hutan [moratorium logging] adalah pembekuan atau penghentian sementara seluruh aktifitas penebangan hutan skala besar (skala industri) untuk sementara waktu tertentu sampai sebuah kondisi yang diinginkan tercapai.
Keuntungan jeda penebangan [moratorium logging]:
Menahan laju kehancuran hutan tropis di Indonesia;
Dapat memonitor dan penyergapan penebangan liar;
Kesempatan menata industri kehutanan;
Mengatur hak tenurial sumber daya hutan;
Meningkatkan hasil sumber daya hutan non-kayu;
Mengkoreksi distorsi pasar kayu domestik;
Restrukturisasi dan rasionalisasi industri olah kayu
Mengkoreksi over kapasitas industri
Memaksa industri meningkatkan efisiensi pemakaian bahan baku dan membangun hutan-hutan tanamannya.
Kerugian bila jeda penebangan [moratorium logging] tidak dilakukan:
Tidak dapat memonitor kegiatan penebangan haram secara efektif;
Distorsi pasar tidak dapat diperbaiki dan pemborosan kayu bulat akan terus terjadi;
Tidak ada paksaan bagi industri meningkatkan efisiensi, menunda pembangunan hutan-hutan tanaman dan terus semakin jauh menghancurkan hutan alam;
Defisit industri kehutanan sebesar US$ 2,5 milyar per tahun dari penebangan liar tidak bisa dihentikan;
Hutan di Sumatra akan habis paling lama dalam 5 tahun, dan hutan Kalimantan akan habis paling dalam waktu 10 tahun;
Kehilangan devisa sebesar US$ 7 milyar dan ratusan ribu pekerja kehilangan pekerjaannya.
Jeda penebangan [moratorium logging] hanyalah proses, bukan tujuan akhir. Moratorium menawarkan kemungkinan-kemungkinan pelaksanaan seluruh rencana reformasi dan pelaksanaan komitmen pemerintah di sector kehutanan. Moratorium juga menjadi langkah awal bagi pelaksanaan seluruh reformasi tersebut. Langkah-langkah moratorium dapat dilakukan selama dua hingga tiga tahun dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
Tahap I: Penghentian pengeluaran ijin-ijin baru
Moratorium atau penghentian pemberian atau perpanjangan ijin-ijin baru HPH, IPK, perkebunan, sambil menghentikan keran ekspor kayu bulat serta mengeluarkan kebijakan impor bagi industri olah kayu. Dalam tahap ini, perlu pula dilakukan penundaan pelaksanaan wewenang untuk pemberian ijin HPH dan IPHH (seluas <1000 Ha dan 100 hektar) oleh Bupati. Ijin-ijin oleh Bupati hanya dapat dikeluarkan bila daerah tersebut telah memiliki prasyarat sebagai berikut: adanya lembaga pengendalian dampak lingkungan tingkat daerah (semacam Bapedalda), adanya sumberdaya keuangan dan sumberdaya manusia untuk menjalankan kebijakan lingkungan daerah. Moratorium perijinan adalah syarat mutlak dan menjadi tahap pertama pelaksanaan moratorium di Indonesia.
Tahap II: Pelaksanaan uji menyeluruh kinerja industri kehutanan
Dalam waktu 2 bulan setelah moratorium dilaksanakan, penghentian ijin HPH bermasalah terutama yang memiliki kredit macet yang sedang ditangani oleh BPPN. Utang harus dibayar kembali oleh pemilik dan penegakan hukum dilakukan bagi industri-industri yang bermasalah. Pada tahap ini penilaian asset industri-industri bermasalah harus dilaksanakan melalui due diligence secara independen oleh pihak ketiga.
Tahap III: Penyelamatan hutan-hutan yang paling terancam
Dalam waktu 6 bulan, pemerintah harus menghentikan seluruh penebangan kayu di Sumatra dan Sulawesi, kedua pulau ini hutannya sangat terancam. Penataan kembali wilayah hutan di Sumatra dan Sulawesi serta penanganan masalah sosial akibat moratorium logging dengan mempekerjakan kembali para pekerja pada proyek-proyek penanaman pohon dan pengawasan hutan, seperti yang terjadi di Cina.
Tahap IV: Penghentian sementara seluruh penebangan hutan dan penyelesaian masalah-masalah potensi sosial
Dalam waktu satu tahun moratorium pembalakan kayu dilaksanakan, pemerintah dapat menghentikan seluruh kegiatan penebangan kayu di Kalimantan dan penanganan masalah sosial yang muncul sejauh ini dan selama masa moratorium dilaksanakan melalui sebuah kebijakan nasional.
Tahap V: Larangan sementara penebangan hutan di seluruh Indonesia
Dalam waktu 2-3 tahun: penghentian seluruh penebangan kayu di hutan alam untuk jangka waktu yang ditentukan di seluruh Indonesia. Pada masa ini, penebangan kayu hanya diijinkan di hutan-hutan tanaman atau hutan yang dikelola berbasiskan masyarakat lokal.
Selama moratorium dijalankan, industri-industri kayu tetap dapat jalan dengan cara mengimpor bahan baku kayu. Dengan melanjutkan penggunaan bahan baku kayu dari dalam negeri, pada dasarnya kita sama saja dengan melakukan bunuh diri. Untuk memudahkan pengawasan tersebut, maka jenis kayu yang diimpor haruslah berbeda dengan jenis kayu yang ada di Indonesia.
G. Pengaruh Penebangan Hutan dengan Global Warming
Kebanyakan usaha pertambangan dilakukan di tengah hutan, karena itu untuk mulai dan memperluas wilayah pertambangan hutan harus ditebang.
Penebangan hutan ini mengakibatkan terlepasnya karbon dari tanah ke udara, sekaligus menghilangkan pepohonan yang berfungsi mengikat karbon di udara ke tanah dalam jumlah besar.
Jumlah karbon yang bertambah di udara mengakibatkan pemanasan global.
H. Keuntungan Dari Penebangan Hutan
Sebetulnya, jika penebangan hutan dilakukan dengan benar, hutan bisa menghasilkan banyak sekali keuntungan bagi Negara, apalagi jika diolah terlebih dahulu, bisa menghasilkan devisa yang banyak, seperti diolah menjadi furniture, kertas, dan lain lain.


BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Banyak sekali yang kita pelajari dalam penebangan hutan ini. Ada sisi positif dan negatif dalam penebangan hutan. Sayangnya, di Indonesia banyak sekali sisi negatif dalam penebangan hutan ini yang hanya mendatangkan kerugian bagi sebagian besar manusia dan hanya menguntungkan segelintir manusia yang sebenarnya bila dilakukan secara benar penebangan hutan ini sangat bermanfaat bagi banyak manusia.
Untuk itu, sebagai seorang
siswa dan generasi penerus bangsa kita wajib melestarikan hutan. Karena melestarikan hutan merupakan hal yang wajib bagi setiap manusia dan warga negara, dan tidak terkecuali. Hutan yang rusak akan mengancam kehidupan bermasyarakat. Misalnya peningkatan suhu panas bumi.
B. Saran
Sebaiknya untuk penebangan hutan ini pemerintah memperhatikan hukum dan peremajaan hutan, HPH tidak diberikan secara asal kepada orang yang tidak bertanggung jawab, adanya hukum yang tegas mengenai pencurian kayu, dan pemanfaatan secara maksimal dari kayu.
Hutan yang kita miliki harus dilestarikan sehingga anak cucu kita bisa menikmati hutan yang kita miliki. Kita tidak boleh memanfaatkan hutan secara sembarangan, kalau hutan yang kita miliki habis maka akan terancam bencana. Agar hutan kita tetap lestari maka kita harus melestarikannya. Usaha-usaha yang dapat kita lakukan misalnya dengan cara sebagai berikut:
· Menanam kembali
hutan yang gundul atau dikenal dengan istilah reboisasi. Daerah-daerah yang gundul atau mengalami kekeringan akan dapat kembali hijau bila dilakukan reboisasi, yaitu dengan menanam kembali daerah yang gersang dengan menanam tanaman yang sesuai dengan kondisi hutan.
· Tidak menebang hutan secara sembarangan. Kita harus melakukan penebangan sistem tebang pilih, yaitu pada saat akan menebang pohon kita harus melihat terlebih dahulu ukuran yang sesuai dan mengganti dengan
tanaman yang baru.
Demikianlah karakter hutan kita, hutan akan tetap lestari apabila kita mau melestarikannya. Namun, apabila kita melakukan
penebangan hutan secara liar maka keberadaannya akan tidak lestari, dan anak cucu kita tidak akan bisa menikmatinya. Sebagai seorang siswa apa yang harus kita lakukan agar hutan kita tetap lestari?


DAFTAR PUSTAKA
http://greeeench.multiply.com/journal/item/8
http://impasb.wordpress.com/2008/02/27/penyebab-dan-dampak-rusaknya-hutan-kita/
http://www.anneahira.com/penebangan-hutan.htm
http://id.wikipedia.org/wiki/Pembalakan_liar
Sumber: Kompas, Jumat, 26 Agustus 2005