UNIVERSITAS GUNADARMA

Senin, 30 Mei 2011

OTONOMI DAERAH

BAB I
PENDAHULUAN
Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan yang dimaksud dengan daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
Dasar Hukum Pelaksanaan Otonomi Daerah
Pelaksanaan otonomi daerah sellain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang mau tidak mau, suka tidak suka daerah harus lebih di berdayakan dengan cara daerah diberikan kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya masing-masing.

BAB II
ISI
Otonomi daerah di Indonesia
Otonomi daerah di Indonesia
Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu:
1. Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara ("Eenheidstaat"), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan; dan
2. Nilai dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.
Dikaitkan dengan dua nilai dasar tersebut di atas, penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia berpusat pada pembentukan daerah-daerah otonom dan penyerahan/pelimpahan sebagian kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sebagian sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut. Adapun titik berat pelaksanaan otonomi daerah adalah pada Daerah Tingkat II (Dati II) dengan beberapa dasar pertimbangan.
1. Dimensi Politik, Dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga risiko gerakan separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif minim;
2. Dimensi Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat relatif dapat lebih efektif;
3. Dati II adalah daerah "ujung tombak" pelaksanaan pembangunan sehingga Dati II-lah yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.
Atas dasar itulah, prinsip otonomi yang dianut adalah:
1. Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di daerah;
2. Bertanggung jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air; dan
3. Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan maju
Aturan Perundang-undangan
Beberapa aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah:
1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah
2. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
3. Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
4. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
5. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
6. Perpu No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
7. Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Pelaksanaan Otonomi Daerah di Masa Orde Baru
Sejak tahun 1966, pemerintah Orde Baru berhasil membangun suatu pemerintahan nasional yang kuat dengan menempatkan stabilitas politik sebagai landasan untuk mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia. Politik yang pada masa pemerintahan Orde Lama dijadikan panglima, digantikan dengan ekonomi sebagai panglimanya, dan mobilisasi massa atas dasar partai secara perlahan digeser oleh birokrasi dan politik teknokratis. Banyak prestasi dan hasil yang telah dicapai oleh pemerintahan Orde Baru, terutama keberhasilan di bidang ekonomi yang ditopang sepenuhnya oleh kontrol dan inisiatif program-program pembangunan dari pusat. Dalam kerangka struktur sentralisasi kekuasaan politik dan otoritas administrasi inilah, dibentuklah Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Mengacu pada UU ini, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Selanjutnya yang dimaksud dengan Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Undang-undang No. 5 Tahun 1974 ini juga meletakkan dasar-dasar sistem hubungan pusat-daerah yang dirangkum dalam tiga prinsip:
1. Desentralisasi, penyerahan urusan pemerintah dari Pemerintah atau Daerah tingkat atasnya kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya;
2. Dekonsentrasi, pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala Wilayah atau Kepala Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada Pejabat-pejabat di daerah; dan
3. Tugas Pembantuan (medebewind), tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah oleh Pemerintah Daerah atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.
Dalam kaitannya dengan Kepala Daerah baik untuk Dati I (Propinsi) maupun Dati II (Kabupaten/Kotamadya), dicalonkan dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang calon yang telah dimusyawarahkan dan disepakati bersama antara Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pimpinan Fraksi-fraksi dengan Menteri Dalam Negeri, untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya, dengan hak, wewenang dan kewajiban sebagai pimpinan pemerintah Daerah yang berkewajiban memberikan keterangan pertanggungjawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sekurang-kurangnya sekali setahun, atau jika dipandang perlu olehnya, atau apabila diminta oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta mewakili Daerahnya di dalam dan di luar Pengadilan.
Berkaitan dengan susunan, fungsi dan kedudukan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, diatur dalam Pasal 27, 28, dan 29 dengan hak seperti hak yang dimiliki oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (hak anggaran; mengajukan pertanyaan bagi masing-masing Anggota; meminta keterangan; mengadakan perubahan; mengajukan pernyataan pendapat; prakarsa; dan penyelidikan), dan kewajiban seperti a) mempertahankan, mengamankan serta mengamalkan PANCASILA dan UUD 1945; b)menjunjung tinggi dan melaksanakan secara konsekuen Garis-garis Besar Haluan Negara, Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat serta mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku; c) bersama-sama Kepala Daerah menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah dan peraturan-peraturan Daerah untuk kepentingan Daerah dalam batas-batas wewenang yang diserahkan kepada Daerah atau untuk melaksanakan peraturan perundangundangan yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Daerah; dan d) memperhatikan aspirasi dan memajukan tingkat kehidupan rakyat dengan berpegang pada program pembangunan Pemerintah.
Dari dua bagian tersebut di atas, nampak bahwa meskipun harus diakui bahwa UU No. 5 Tahun 1974 adalah suatu komitmen politik, namun dalam prakteknya yang terjadi adalah sentralisasi (baca: kontrol dari pusat) yang dominan dalam perencanaan maupun implementasi pembangunan Indonesia. Salah satu fenomena paling menonjol dari pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1974 ini adalah ketergantungan Pemda yang relatif tinggi terhadap pemerintah pusat.
Pelaksanaan Otonomi Daerah setelah Masa Orde Baru
Upaya serius untuk melakukan desentralisasi di Indonesia pada masa reformasi dimulai di tengah-tengah krisis yang melanda Asia dan bertepatan dengan proses pergantian rezim (dari rezim otoritarian ke rezim yang lebih demokratis). Pemerintahan Habibie yang memerintah setelah jatuhnya rezim Suharto harus menghadapi tantangan untuk mempertahankan integritas nasional dan dihadapkan pada beberapa pilihan yaitu:
1. melakukan pembagian kekuasaan dengan pemerintah daerah, yang berarti mengurangi peran pemerintah pusat dan memberikan otonomi kepada daerah;
2. pembentukan negara federal; atau
3. membuat pemerintah provinsi sebagai agen murni pemerintah pusat.
Pada masa ini, pemerintahan Habibie memberlakukan dasar hukum desentralisasi yang baru untuk menggantikan Undang-Undang No. 5 Tahun 1974, yaitu dengan memberlakukan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Beberapa hal yang mendasar mengenai otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang sangat berbeda dengan prinsip undang-undang sebelumnya antara lain :
1. Dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 pelaksanaan otonomi daerah lebih mengedepankan otonomi daerah sebagai kewajiban daripada hak, sedang dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 menekankan arti penting kewenangan daerah dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat melalui prakarsanya sendiri.
2. Prinsip yang menekankan asas desentralisasi dilaksanakan bersama-sama dengan asas dekonsentrasi seperti yang selama ini diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tidak dipergunakan lagi, karena kepada daerah otonom diberikan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Hal ini secara proporsional diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Di samping itu, otonomi daerah juga dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang juga memperhatikan keanekaragaman daerah.
3. Beberapa hal yang sangat mendasar dalam penyelenggaraan otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, adalah pentingnya pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas mereka secara aktif, serta meningkatkan peran dan fungsi Badan Perwakilan Rakyat Daerah. Oleh karena itu, dalam Undang-undang ini otonomi daerah diletakkan secara utuh pada daerah otonom yang lebih dekat dengan masyarakat, yaitu daerah yang selama ini berkedudukan sebagai Daerah Tingkat II, yang dalam Undang-undang ini disebut Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
4. Sistem otonomi yang dianut dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, dimana semua kewenangan pemerintah, kecuali bidang politik luar negeri, hankam, peradilan, moneter dan fiskal serta agama dan bidang- bidang tertentu diserahkan kepada daerah secara utuh, bulat dan menyeluruh, yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
5. Daerah otonom mempunyai kewenangan dan kebebasan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat. Sedang yang selama ini disebut Daerah Tingkat I atau yang setingkat, diganti menjadi daerah propinsi dengan kedudukan sebagai daerah otonom yang sekaligus wilayah administrasi, yaitu wilayah kerja Gubernur dalam melaksanakan fungsi-fungsi kewenangan pusat yang didelegasikan kepadanya.
6. Kabupaten dan Kota sepenuhnya menggunakan asas desentralisasi atau otonom. Dalam hubungan ini, kecamatan tidak lagi berfungsi sebagai peringkat dekonsentrasi dan wilayah administrasi, tetapi menjadi perangkat daerah kabupaten/kota. Mengenai asas tugas pembantuan dapat diselenggarakan di daerah propinsi, kabupaten, kota dan desa. Pengaturan mengenai penyelenggaraan pemerintahan desa sepenuhnya diserahkan pada daerah masing-masing dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah.
7. Wilayah Propinsi meliputi wilayah laut sepanjang 12 mil dihitung secara lurus dari garis pangkal pantai, sedang wilayah Kabupaten/Kota yang berkenaan dengan wilayah laut sebatas 1/3 wilayah laut propinsi.[15]
8. Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan perangkat daerah lainnya sedang DPRD bukan unsur pemerintah daerah. DPRD mempunyai fungsi pengawasan, anggaran dan legislasi daerah. Kepala daerah dipilih dan bertanggung jawab kepada DPRD. Gubernur selaku kepala wilayah administratif bertanggung jawab kepada Presiden.
9. Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD sesuai pedoman yang ditetapkan Pemerintah, dan tidak perlu disahkan oleh pejabat yang berwenang.
10. Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangannya lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah, daerah, daerah yang tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah dapat dihapus dan atau digabung dengan daerah lain. Daerah dapat dimekarkan menjadi lebih dari satu daerah, yang ditetapkan dengan undang-undang.
11. Setiap daerah hanya dapat memiliki seorang wakil kepala daerah, dan dipilih bersama pemilihan kepala daerah dalam satu paket pemilihan oleh DPRD.
12. Daerah diberi kewenangan untuk melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, pendidikan dan pelatihan pegawai sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah, berdasarkan nama, standar, prosedur yang ditetapkan pemerintah.
13. Kepada Kabupaten dan Kota diberikan otonomi yang luas, sedang pada propinsi otonomi yang terbatas. Kewenangan yang ada pada propinsi adalah otonomi yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, yakni serangkaian kewenangan yang tidak efektif dan efisien kalau diselenggarakan dengan pola kerjasama antar Kabupaten atau Kota. Misalnya kewenangan di bidang perhubungan, pekerjaan umum, kehutanan dan perkebunan dan kewenangan bidang pemerintahan tertentu lainnya dalam skala propinsi termasuk berbagai kewenangan yang belum mampu ditangani Kabupaten dan Kota.
14. Pengelolaan kawasan perkotaan di luar daerah kota dapat dilakukan dengan cara membentuk badan pengelola tersendiri, baik secara intern oleh pemerintah Kabupaten sendiri maupun melalui berkerjasama antar daerah atau dengan pihak ketiga. Selain DPRD, daerah juga memiliki kelembagaan lingkup pemerintah daerah, yang terdiri dari Kepala Daerah, Sekretariat Daerah, Dinas-Dinas Teknis Daerah, Lembaga Staf Teknis Daerah, seperti yang menangani perencanaan, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, pengawasan dan badan usaha milik daerah. Besaran dan pembentukan lembaga-lembaga itu sepenuhnya diserahkan pada daerah. Lembaga pembantu Gubernur, Pembantu Bupati/Walikota, Asisten Sekwilda, Kantor Wilayah dan Kandep dihapus.
15. Kepala Daerah sepenuhnya bertanggung jawab kepada DPRD, dan DPRD dapat meminta Kepala Daerahnya berhenti apabila pertanggungjawaban Kepala daerah setelah 2 (dua) kali tidak dapat diterima oleh DPRD.
Referensi
1. UUD 1945 pasal 18 ayat 2
2. UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, Bab III, Bagian Kedua, Pasal 11
3. Kuncoro (2004), Otonomi dan Pembangunan Daerah; Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang, Jakarta: Penerbit Erlangga
4. UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, Bab I, Pasal 1, huruf c
5. UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, Bab I, Pasal 1, huruf e
6. UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, Bab I, Pasal 1, huruf b
7. UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, Bab I, Pasal 1, huruf f
8. UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, Bab I, Pasal 1, huruf d
9. UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, Bab III, Bagian Kelima, Paragrap 1, Pasal 15(1) dan Pasal 16(1)
10. UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, Bab III, Bagian Kelima, Paragrap 1, Pasal 17
11. UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, Bab III, Bagian Kelima, Paragrap 2, Pasal 22 dan Pasal 23
12. UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, Bab III, Bagian Ketujuh, Paragrap 2, Pasal 29
13. UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, Bab III, Bagian Ketujuh, Paragrap 2, Pasal 30
14. Kuncoro (2004), Otonomi dan Pembangunan Daerah; Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang, Jakarta: Penerbit Erlangga
15. UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Bab III, Pasal 18(4)




BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan yang dimaksud dengan daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah_di_Indonesia
http://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah

Selasa, 17 Mei 2011

UNSUR-UNSUR NEGARA

BAB I
PENDAHULUAN
Menurut ahli kenegaraan, Oppenheimer dan Lauterpacht, syarat berdirinya suatu Negara haruslah memenuhi unsur-unsur berikut:
 Rakyat yang bersatu,
 Daerah atau wilayah,
 Pemerintah yang berdaulat, dan
 Pengakuan dari Negara lain.
Konvensi Montevideo pada tahun 1933 menyebutkan bahwa unsure-unsur berdirinya suatu Negara antara lain berupa rakyat (penghuni), wilayah yang permanen, penguasa yang berdaulat, kesanggupan berhubungan dengan Negara-negara lainnya, dan pengakuan (deklaratif).
BAB II
ISI
A. RAKYAT
 Pengertian Rakyat
Rakyat merupakan unsure terpenting Negara karena rakyatlah yang pertama kali berkehendak membentuk Negara. Rakyat pula yang mulai merencanakan, merintis, mengendalikan, dan menyelenggarakan pemerintahan Negara.
Di dalam suatu Negara, rakyat dapat dibedakan menjadi:
 Penduduk dan bukan penduduk,
 Warga Negara dan bukan warga Negara (warga Negara asing).
 Penduduk, Bukan Penduduk, Warga Negara, dan Bukan Warga Negara
Pembedaan rakyat berdasarkan hubungannya dengan daerah tertentu di dalam suatu Negara adalah sebagai berikut.
 Penduduk adalah mereka yang bertempat tinggal atau berdomisili di dalam suatu wilayah Negara (menetap). Biasanya, penduduk adalah mereka yang lahir secara turun-temurun dan besar di dalam suatu Negara tertentu.
 Bukan Penduduk adalah mereka yang berada di dalam suatu wilayah Negara hanya untuk sementara waktu. Contohnya, para turis mancanegara atau tamu-tamu instansi tertentu di dalam suatu wilayah.
Antara penduduk dan bukan penduduk dapat dibedakan berdasarkan hak dan kewajibannya. Misalnya, hanya yang berstatus penduduk saja yang dapat memiliki KTP di suatu Negara.
Sedangkan pembedaan rakyat berdasarkan hubungannya dengan pemerintah negaranya adalah sebagai berikut.
 Warga Negara adalah mereka yang berdasarkan hukum tertentu merupakan anggota dari suatu Negara. Dengan kata lain, warga Negara adalah mereka yang menurut undang-undang atau perjanjian diakui sebagai warga Negara, atau melalui proses naturalisasi.
 Bukan Warga Negara (orang asing) adalah mereka yang berada pada suatu Negara tetapi secara hukum tidak menjadi anggota Negara yang bersangkutan, namun tunduk pada pemerintahan dimana mereka berada (Contoh: Duta besar, Konsuler, Kontraktor, dsb.).
Antara warga Negara dan bukan warga Negara juga dapat dibedakan berdasarkan hak dan kewajibannya. Misalnya, warga Negara dapat memiliki tanah atau mengikuti pemilu, sedangkan yang bukan warga Negara tidak demikian.

B. WILAYAH
Luas atau sempitnya wilayah yang didiami tidak menjadi persoalan baik bagi penyelenggaraan kehidupan pemerintahan maupun domisili rakyatnya. Ada Negara yang wilayahnya sangat luas, seperti Indonesia. Akan tetapi, ada juga Negara yang wilayahnya hanya beberapa pulau-pulau kecil, seperti Singapura.
Wilayah Negara mencakup:
 Daratan
 Lautan
 Udara
 Daerah Ekstrateritorial
 Batas Wilayah Negara

C. PEMERINTAH YANG BERDAULAT
 Pemerintah dalam Arti Luas dan Sempit
Pemerintah yang berdaulat diperlukan sebagai organ dan fungsi yang melaksanakan tugas-tugas esensial dan fakultatif Negara.
Dalam arti organ ini, pemerintah dapat dibedakan baik dalam arti luas maupun arti sempit.
1. Pemerintah dalam arti luas
Pemerintah yang berdaulat adalah gabungan semua badan kenegaraan yang berkuasa dan memerintah di wilayah suatu Negara, meliputi badan eksekutif, legislative, dan yudikatif. Di Indonesia, pemerintah masih ditambah dengan konsultatif, eksaminatif, dan konstitutif.
2. Pemerintah dalam arti sempit
Pemerintah yang berdaulat adalah suatu badan yang mempunyai wewenang melaksanakan kebijakan Negara (eksekutif) yang terdiri atas presiden, wakil presiden, dan para menteri (kabinet).
 Kedaulatan Negara
Kata “daulat” dalam pemerintahan berasal dari kata daulah (Arab), sovereignty (Inggris), souvereiniteit (Prancis), supremus (Latin), dan sovranita (Italia) yang berarti “kekuasaan tertinggi”.
Kedaulatan mempunyai sifat-sifat pokok, yaitu:
1) Asli
Artinya, kekuasaan itu tidak berasal dari kekuasaan lain yang lebih tinggi.
2) Permanen
Artinya, kekuasaan itu tetap ada selama Negara itu berdiri sekalipun pemegang kedaulatan sudah berganti-ganti.
3) Tunggal (bulat)
Artinya, kekuasaan itu merupakan satu-satunya kekuasaan tertinggi dalam Negara yang tidak diserahkan atau dibagi-bagikan kepada badan-badan lain.
4) Tidak terbatas (absolute)
Artinya, kekuasaan itu tidak dibatasi oleh kekuasaan lain.

D. PENGAKUAN DARI NEGARA LAIN
 Pengakuan secara de Facto
Pengakuan de facto diberikan kalau suatu Negara baru sudah memenuhi unsur konstitutif dan juga telah menunjukkan diri menjadi pemerintahan yang stabil.
Pengakuan de facto menurut sifatnya dapat dibedakan sebagai berikut.
• Pengakuan de facto bersifat tetap
Artinya, pengakuan dari Negara lain terhadap suatu begara hanya bisa menimbulkan hubungan di lapangan perdagangan dan ekonomi (konsul). Sedangkan untuk tingkat duta belum dapat dilaksanakan.
• Pengakuan de facto bersifat sementara
Artinya, pengakuan yang diberikan oleh Negara lain dengan tidak melihat lebih jauh pada hari depan, apakah Negara itu akan mati atau akan jalan terus. Apabila ternyata Negara baru tersebut jatuh atau hancur, maka Negara lain akan menarik kembali pengakuannya.


 Pengakuan secara de Jure
Menurut sifatnya, pengakuan de jure dapat dibedakan sebagai berikut.
• Pengakuan de jure bersifat tetap
Artinya, pengakuan dari Negara lain berlaku untuk selama-lamanya setelah melihat kenyataan bahwa Negara baru tersebut dalam beberapa waktu lamanya menunjukkan pemerintahan yang stabil.
• Pengakuan de jure bersifat penuh
Artinya, terjadi hubungan antara Negara yang mengakui dan diakui, yang meliputi hubungan dagang, ekonomi, dan diplomatic. Negara yang mengaku berhak menempati konsulat atau membuka kedutaan.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Unsur-unsur konstitutif berdirinya suatu Negara adalah adanya rakyat, wilayah dan pemerintah yang berdaulat. Unsure pengakuan dari Negara lain hanyalah unsur deklaratif yang diperlukan dalam tata hubungan internasional.

DAFTAR PUSTAKA
Budiyanto, Drs. Dasar-Dasar Ilmu Tata Negara. 2003. Jakarta: Erlangga.

NEGARA

BAB I
PENDAHULUAN
Secara kodrati, manusia merupakan makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Sebagai makhluk social, manusia senantiasa dihadapkan pada realitas social yang sangat kompleks, terutama menyangkut usaha pemenuhan kebutuhan dan kelangsungan hidup. Kenyataan ini menimbulkan pemikiran perlunya suatu wadah yang berbentuk asosiasi. Ada berbagai asosiasi seperti asosiasi ekonomi dan asosiasi spiritual. Dari berbagai bentuk asosiasi yang ada, yang terpenting adalah Negara. Asosiasi ini didirikan untuk mengatur baik sistem hukum maupun politik, serta untuk menyelenggarakan perlindungan hak dan kewajiban manusia, serta ketertiban dan keamanan bersama.
BAB II
ISI

A. PENGERTIAN NEGARA
Dalam arti luas, Negara merupakan kesatuan social (masyarakat) yang diatur secara konstitusional untuk mewujudkan kepentingan bersama.
Dalam arti khusus, pengertian Negara dapat kita ambil dari pendapat beberapa pakar kenegaraan, antara lain seperti berikut.
George Jellinek
Nagara adalah organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang telah berkediaman di wilayah tertentu.
George Wilhelm Friedrich Hegel
Negara merupakan organisasi kesusilaan yang muncul sebagai sintesis dari kemerdekaan individual dan kemerdekaan universal.
Mr. Kranenburg
Negara adalah suatu organisasi yang timbul karena kehendak dari suatu golongan atau bangsanya sendiri.
Roger F. Soltau
Negara adalah alat (agency) atau wewenang (authority) yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat.

Prof. R. Djokosoetono
Negara ialah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama.
Prof. Mr. Soenarko
Negara ialah organisasi masyarakat yang mempunyai daerah tertentu, di mana kekuasaan Negara berlaku sepenuhnya sebagai souvereign (kedaulatan).
Dari beberapa pengertian Negara tersebut, kita akan melanjutkan berbagai bahasan tentang Negara.

 Ilmu Negara dan Ilmu Tata Negara
Hal-hal yang diselidiki dan di pelajari dalam Ilmu Negara, antara lain:
a. Asal-usul berdirinya Negara,
b. Lenyap dan munculnya Negara,
c. Unsure-unsur Negara,
d. Perkembangan dan perjalanan Negara,
e. Tujuan yang hendak dicapai atau diwujudkan oleh Negara, dan
f. Jenis atau bentuk-bentuk Negara pada umumnya.
Ilmu Negara hanya membahas hal-hal yang mendasar dari Negara sehingga bersifat abstrak, teoretis, dan universal. Kajian lebih jauh mengenai Negara dalam arti spesifik-operasional terdapat pada pembahasan Ilmu Tata Negara.
Hal-hal pokok yang diselidiki dan dipelajari dalam Ilmu Tata Negara, antara lain:
a. Alat-alat perlengkapan Negara,
b. Susunan dan penyelenggaraan pemerintahan,
c. Hubungan antara alat-alat perlengkapan Negara, dan
d. Organisasi kekuasaan Negara.
Berbeda dengan Ilmu Negara, Ilmu Tata Negara bersifat spesifik (khusus) karena sudah membahas Negara-negara tertentu, misalnya, ketatanegaraan di Indonesia, di Amerika Serikat, di Mesir, dan di Negara lainnya. Oleh karena itu, Ilmu Tata Negara lebih mengarah pada hal-hal teknis (praktis), khususnya dalam penyelenggaraan pemerintahan di suatu Negara tertentu.

B. TERJADINYA NEGARA
 Terjadinya Negara secara Primer
1. Suku/persekutuan masyarakat (genootschaft)
Awal kehidupan manusia dimilai dari keluarga, kemudian terus berkembang menjadi kelompok-kelompok masyarakat hukum tertentu (suku). Suku sangat terikat dengan adat serta kebiasaan-kebiasaan yang disepakati. Pimpinan suku (kepala suku atau kepala adat) berkewajiban mengatur dan menyelenggarakan kehidupan bersama.
2. Kerajaan (Rijk)
Kepala suku yang semula berkuasa di masyarakat hukumnya kemudian mengadakan ekspansi dengan penaklukan-penaklukan ke daerah lain. Hal ini mengakibatkan berubahnya fungsi kepala suku dari primus inter pares menjadi seorang raja dengan cakupan wilayah yang lebih luas dalam bentuk kerajaan.
3. Negara Nasional
Pada awalnya, Negara nasional diperintah oleh raja yang absolute dengan sistem pemerintahan tersentralisasi. Semua rakyat dipaksa mematuhi kehendak dan perintah raja. Hanya ada satu identitas kebangsaan. Fase demikian dinamakan fase nasional di dalam terjadinya Negara.
4. Negara Demokrasi
Dari fase Negara nasional, secara bertahap rakyat mempunyai kesadaran batin dalam bentuk perasaan kebangsaan. Adanya kekuasaan raja yang mutlak menimbulkan keinginan rakyat untuk memegang pemerintahan sendiri, artinya kedaulatan/kekuasaan tertinggi dipegang oleh rakyat. Rakyat berhak memilih pemimpinnya sendiri yang dianggap dapat mewujudkan aspirasi mereka. Ini dikenal dengan kedaulatan rakyat. Pemikiran seperti ini mendorong lahirnya Negara demokrasi.
 Terjadinya Negara secara Sekunder
Kenyataan terjadinya Negara secara sekunder tidak dapat dimungkiri meskipun cara terbentuknya kadang tidak sah menurut hukum.
Contoh konkret yang dapat dikemukakan, antara lain, lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui suatu revolusi pada tanggal 17 Agustus 1945. Kelahiran Negara Indonesia tersebut otomatis mengakhiri pemerintahan Nederlands Indie (Hindia Belanda) di Indonesia. Oleh karena itu, Negara-negara lain mau tidak mau harus mengakui baik berdasarkan kelaziman internasional maupun secara de jure.
Pemerintahan baru Indonesia kemudian berhak menyusun kekuasaannya untuk dapat menentukan nasibnya sendiri. Secara de facto, rakyat juga merasakan adanya peralihan kekuasaan. Dalam perjalanan berikutnya, Negara Indonesia menjadi pemerintahan yang mandiri, tertib, stabil, dan kuat.

C. Tujuan dan Fungsi Negara
 Tujuan Negara
Tujuan Negara sangat berhubungan erat dengan organisasi dari Negara yang bersangkutan. Tujuan Negara juga sangat penting artinya untuk mengarahkan segala kegiatan dan sekaligus menjadi pedoman dalam penyusunan dan pengendalian alat perlengkapan Negara serta kehidupan rakyatnya.
 Fungsi Negara
a. Melaksanakan ketertiban (law and order) untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah bentrokan-bentrokan dalam masyarakat. Dalam hal ini, Negara bertindak sebagai stabilisator.
b. Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Pada masa sekarang, fungsi ini dianggap sangat penting, terutama bagi Negara-negara baru atau yang sedang berkembang.
c. Mengusahakan pertahanan untuk menjaga kemungkinan serangan dari luar. Negara harus dilengkapi dengan alat-alat pertahanan yang kuat dan canggih.
d. Menegakkan keadilan yang dilaksanakan melalui badan-badan peradilan.
BAB III
KESIMPULAN
Pengertian Negara sebagai organisasi kekuasaan merupakan suatu bentuk organisasi dengan mekanisme tata hubungn kerja yang menjadikan suatu kelompok manusia (rakyat) agar berbuat atau bersikap sesuai dengan kehendak Negara (yang mempunyai kekuasaan).

DAFTAR PUSTAKA
Budiyanto, Drs. Dasar-Dasar Ilmu Tata Negara. 2003. Jakarta: Erlangga.

LATAR BELAKANG PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

BAB I
PENDAHULUAN
1. Perjalanan panjang sejarah Bangsa Indonesia sejak era sebelum dan selama penjajahan ,dilanjutkan era merebut dan mempertahankan kemerdekaan sampai dengan mengisi kemerdekaan,menimbulkan kondisi dan tuntutan yang berbeda-beda sesuai dengan zamannya. Kondisi dan tuntutan yang berbeda-beda diharap bangsa Indonesia berdasarkan kesamaan nilai-nulai kejuangan bangsa yang dilandasi jiwa,tekad dan semangat kebangsaan. Semangat perjuangan bangsa yang tidak mengenal menyerah harus dimiliki oleh setiap warga negara Republik Indonesia.
2. Semangat perjuangan bangsa mengalami pasang surut sesuai dinamika perjalanan kehidupan yang disebabkan antara lain pengaruh globalisasi yang ditandai dengan pesatnya perkembangan IPTEK, khususnya dibidang informasi, Komunikasi dan Transportasi, sehingga dunia menjadi transparan yang seolah-olah menjadi kampung sedunia tanpa mengenal batas negara. Kondisi yang demikian menciptakan struktur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Indonesia serta mempengaruhi pola pikir, sikap dan tindakan masyarakat Indonesia.
3. Semangat perjuangan bangsa indonesia dalam mengisi kemerdekaan dan menghadapi globalisasi. Warga negara Indonesia perlu memiliki wawasan dan kesadaran bernegara,sikap dan perilaku, cinta tanah air serta mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa dalam rangka bela negara demi utuh dan tegaknya NKRI.
BAB II
ISI
Latar belakangnya ialah diadakannya kewarganegaraan adalah bahwa semangat perjuangan bangsa yang merupakan kekuatan mental spiritual telah melahirkan kekuatan yang luar biasa dalam masa perjuangan fisik, sedangkan dalam menghadapi globalisasi untuk mengisi kemerdekaan kita memerlukan perjuangan nono fisik sesuai dengan bidang profesi masing2. Perjuangan ini dilandasi oleh nilai2 perjuangan bangsa sehingga kita tetap memiliki wawasan dan kesadaran bernegara, sikap dan prilaku yang cinta tanah air dan mengutamakan persatuan serta kesatuan bangsa dalam rangka bela negara demi tetap utuh dan tegaknya NKRI yang terdiri dari:
1. UU Nomor 2 tahun 1989 (sistem pendidikan nasional)
2. Perjalanan penting sejarah Bangsa Indonesia:
• Era sebelum dan selama penjajahan
• Era perebutan dan mempertahankan kemerdekaan
• Era pengisian kemerdekaan
3. Semangat perjuangan bangsa
4. Globalisasi, yg ditandai…
• Kuatnya pengaruh pembangunan lembaga kemasyarakatan Internasional
• Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
Dalam menghadapi globalisasi & menatap masa depan untuk mengisi kemerdekaan kita perlu perjuangan non fisik sesuai bidang profe si masing-masing
Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hakikat negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kebangsaan modern. Negara kebangsaan modern adalah negara yang pembentukannya didasarkan pada semangat kebangsaan atau nasionalisme yaitu pada tekad suatu masyarakat untuk membangun masa depan bersama di bawah satu negara yang sama walaupun warga masyarakat tersebut berbeda-beda agama, ras, etnik, atau golongannya. [Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1998]. Komitmen yang kuat dan konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, perlu ditingkatkan secara terus menerus untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara historis, negara Indonesia telah diciptakan sebagai Negara Kesatuan dengan bentuk Republik. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. [Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945]. Dalam perkembangannya sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 sampai dengan penghujung abad ke-20, rakyat Indonesia telah mengalami berbagai peristiwa yang mengancam keutuhan negara. Untuk itu diperlukan pemahaman yang mendalam dan komitmen yang kuat serta konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Konstitusi Negara Republik Indonesia perlu ditanamkan kepada seluruh komponen bangsa Indonesia, khususnya generasi muda sebagai generasi penerus. Indonesia harus menghindari sistem pemerintahan otoriter yang memasung hak-hak warga negara untuk menjalankan prinsip-prinsip demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kehidupan yang demokratis di dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan keluarga, masyarakat, pemerintahan, dan organisasi-organisasi non-pemerintahan perlu dikenal, dipahami, diinternalisasi, dan diterapkan demi terwujudnya pelaksanaan prinsip-prinsip demokrasi. Selain itu, perlu pula ditanamkan kesadaran bela negara, penghargaan terhadap hak azasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, serta sikap dan perilaku anti korupsi, kolusi, dan nepotisme. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
Kompetensi/kemampuan yang diharapkan dari Pendidikan Kewarganegaraan adalah:
Bahwa dengan pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan agar kita memiliki wawasan kesadaran bernegarauntuk bela negara dan memiliki pola pikir, pola sikap dan prilaku sebagai pola tindak yg cinta tanah air berdasarkan Pancasila, semua itu diperlukan demi tetap utuh & tegaknya NKRI.
Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
• Tujuan Umum. Memberikan pengetahuan dan kemampuan dasar kepada mahasiswa mengenai hubungan antara warganegara dengan negara, hubungan antara warganegara dengan warganegara, dan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara agar menjadi warganegara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.
• Tujuan Khusus. Agar mahasiswa memahami dan melaksanakan hak dan kewajiban secara santun, jujur dan demokratis serta ikhlas sebagai Warganegara Republik Indonesia yang terdidik dan bertanggung jawab. Agar mahasiswa menguasai dan memahami berbagai masalah dasar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta dapat mengatasi dengan pemikiran kritis dan bertanggung jawab yang berlandaskan Pancasila, Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. Agar mahasiswa memiliki sikap perilaku sesuai nilai-nilai kejuangan, cinta tanah air, rela berkorban bagi nusa dan bangsa.

Tujuan Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan adalah :

• Memberikan Pembelajaran tentang bentuk NKRI sudah final dan Tujuan nasional didirikannya NKRI, wawasan nasional( dengan mengenal 50 masalah nasional ) sehingga mahasiswa mempunyai rasa nasionalisme yang diperlukan bangsa dan negara RI
• Memberikan pembelajaran tentang Ketahanan nasional, sehingga mahasiswa sadar akan pentingnya menyiapkan diri agar dapat menjalankan bela negara, bangsa dan agama.
• Memberikan pembelajaran mengempati posisi pejabat negara seperti menteri kabinet, kepala badan/lembaga tinggi pemerintahan dengan menyampaikan satu masalah nasional untuk diseminarkan dalam kelas, dihadapan mahasiswa lain yang bertindak selaku "kepala dinas propinsi" atau anggota DPR yang akan mengkritisi paparan "menteri".
• Memberikan pembelajaran agar mahasiswa dalam menyelesaikan berbagai masalah nasional dan lokal di daerah, dapat menyelesaikan permasalahan yang ada dengan cara pendekatan / pandang yang komprehensif, integralistik, sistemik, holistik.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Latar Belakang diadakannya kewarganegaraan adalah bahwa semangat perjuangan bangsa yang merupakan kekuatan mental spiritual telah melahirkan kekuatan yang luar biasa dalam masa perjuangan fisik, sedangkan dalam menghadapi globalisasi untuk mengisi kemerdekaan kita memerlukan perjuangan nono fisik sesuai dengan bidang profesi masing2. Perjuangan ini dilandasi oleh nilai2 perjuangan bangsa sehingga kita tetap memiliki wawasan dan kesadaran bernegara, sikap dan prilaku yang cinta tanah air dan mengutamakan persatuan serta kesatuan bangsa dalam rangka bela negara demi tetap utuh dan tegaknya NKRI.

DAFTAR PUSTAKA
http://devalove.wordpress.com/2010/02/08/latar-belakangmaksud-dan-tujuan-pendidikan-kewarnegaraan/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/02/latar-belakang-pendidikan-kewarganegaraan/
http://file-hameedfinder.blogspot.com/2008/02/pendidikan-kewarganegaraan.html
http://patrickkaligis.blogspot.com/2010/03/tujuan-dan-landasan-hukum-pendidikan.html
http://tentangndha.blogspot.com/2010/02/tujuan-pend-kewarganegaraan.html

Senin, 09 Mei 2011

DEMOKRASI DI INDONESIA

DEMOKRASI DI INDONESIA
Pendahuluan
Demokrasi yang diterjemahkan sebagai bentuk pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat sering kali dianggap sebagai bentuk pemerintahan yang paling ideal. Oleh sebab itu, banyak Negara yang mengaku sebagai Negara demokrasi. Namun pada kenyataannya tidak sedikit Negara-negara tersebut melaksanakan kekuasaan atau pemerintahannya menyimpang dari nilai-nilai demokrasi. Bagaimana pelaksanaan demokrasi di Negara Indonesia? Apakah sudah sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi?
Isi
I. Pengertian Demokrasi
Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata, yaitu demos dan kratos. Demos berarti rakyat dan kratos berarti pemerintahan. Jika kedua kata tersebut digabungkan, maka akan berarti kekuasaan rakyat atau pemerintahan dari rakyat. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan yang berasal dari rakyat dan selalu mengikutsertakan rakyat dalam pemerintahan Negara.
Pada zaman Yunani kuno, rakyat yang menjadi warga Negara terlibat langsung dalam pemikiran, pembahasan, dan pengambilan keputusan mengenai berbagai hal yang menyangkut kehidupan Negara. Demokrasi zaman Yunani kuno ini sering disebut sebagai demokrasi langsung atau demokrasi murni.
Perkembangan teknologi dan kebudayaan yang begitu cepat, tidak mengubah anggapan sebagian besar Negara bahwa demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang paling ideal. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya Negara yang menyatakan sebagai Negara demokrasi,Negara demokrasi rakyat, demokrasi parlementer, dan demokrasi pancasila.
Meskipun banyak Negara yang mengaku sebagai Negara demokrasi, tetapi apakah Negara tersebut benar-benar Negara demokrasi. Criteria ini sangt tergantun pada bagaimana Negara tersebut menjalankan pemerintahannya, apakah sesuai dengan prinsip-prinsip dasar demokrasi atau tidak.
II. Sejarah Perkembangan Demokrasi
Sejarah demokrasi berasal dari sistem yang berlaku di Negara-negara kota (city state) Yunani Kuno. Waktu itu demokrasi yang dilaksanakan adalah demokrasi langsung. Hal tersebut dimungkinkan karena Negara kota mempunyai wilayah yang relative sempit dan jumlah penduduk tidak banyak (+300000 jiwa), sedangkan waktu itu tidak semua penduduk mempunyai hak. Setelah Yunani dijajah Romawi, demokrasi mengalami kematian. Selanjutnya di Eropa selama berabad-abad sistem pemerintahan sebagian besar adalah monarki absolute. Awal timbulnya demokrasi ditandai dengan munculnya Magna Charta tahun 1215 di Inggris. Piagam ini merupakan kontrak antara raja Inggris dengan bangsawan. Isi piagam tersebut adalah kesepakatan bahwa raja John mengakui dan menjamin beberapa hak yang dimiliki bawahannya. Selanjtnya sejak abad 13 perjuangan terhadap perkembangan demokrasi terus berjalan.
Pemikir-pemikir yang mendukung berkembangnya demokrasi antara lain John Locke dari Inggris (1632-1704) dan Montesquieu dari Perancis (1689-1755). Menurut Locke hak-hak politik mencakup hak atas hidup, hak atas kebebasan dan hak untuk mempunyai milik (life, liberty and property). Montesquieu menyusun suatu sistem yang menjamin hak-hak politik dengan pembatasan kekuasaan yang dikenal dengan Trias Politica. Trias Polotica menganjurkan pemisahan kekuasaan, bukan pembagian kekuasaan. Ketiganya terpisah agar tidak ada penyalahgunaan wewenang. Dalam perkembangannya, konsep pemisahan kekuasaan sulit dilaksanakan, maka diusulkan perlu meyakini adanya keterkaitan antara tiga lembaga yaitu eksekutif, yudikatif dan legislatif.
Pengaruh paham demokrasi terhadap kehidupan masyakat cukup besar, contohnya: perubahan sistem pemerintahan di Perancis melalui revolusi; dan revolusi kemederkaan Amerika Serikat (membebaskan diri dari dominasi Inggris).
III. Prinsip-prinsip Dasar Demokrasi
Dari berbagai sumber kepustakaan dapat disimpulkan beberapa prinsip dasar demokrasi.
a. Pemerintahan Berdasarkan Konstitusi
Pemerintahan berdasarkan konstitusi memiliki arti bahwa dalam melaksanakan pemerintahannya, kekuasaan pemerintah harus dibatasi oleh konstitusi atau UUD, sehingga kekuasaan pemerintah tidak terbatas. Pembatasan ini penting agar pemerintah tidak menyalahgunakan kekuasaan dengan bertindak sewenang-wenang terhadap rakyatnya.
b. Pemilihan Umum yang Bebas, Jujur dan Adil
Sebaik apapun suatu pemerintahan dirancang, ia tidak akan dianggap demokratis bila pejabat-pejabatnya tidak dipilih rakyat secara bebas, jujur dan adil, dalam suatu pemilihan umum. Dikatakan demikian, karena hanya pejabat-pejabat hasil pemilihan umum yang bebas dari tekanan, jujur dan adillah yang akan memastikan sistem demokrasi berjalan baik.


c. Hak Asasi Manusia Dijamin
Setiap orang memiliki hak dasar yang melekat pada diri manusia sejak lahir. Oleh sebab itu, hak dasar tadi disebut hak asasi manusia. Hak ini merupakan anugerah Tuhan YME dan tidak seorang pun boleh mengambil atau merampasnya. Dalam kehidupan bernegara hak asasi setiap warga dijamin penuh oleh Negara. Jaminan tersebut perlu ada karena jaminan terhadap hak asasi manusia merupakan wujud pemerintahan yang demokratis.
d. Persamaan Kedudukan di Depan Hukum
Setiap warga Negara mempunyai kedudukan yang sama di dalam hukum. Kesamaan perlakuan ini penting untuk diberlakukan karena tindakan yang membeda-bedeakan warga Negara dalam hukum merupakan suatu tindakan diskriminasi dan tidak adil. Siapapun warga Negara yang melanggar hukum, harus mendapat sanksi hukum sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Demikian juga sebaliknya, seseorang yang tidak melanggar hukum atau melakukan perbuatan melawan hukum, harus bebas atau terhindar dari sanksi hukum. Siapa pun mereka, apakah orang kaya atau miskin, pejabat atau rakyat biasa, harus diperlakukan sama di depan hukum.
e. Peradilan yang Bebas dan Tidak Memihak
Peradilan yang bebas, tidak memihak dan terlepas dari campur tangan pemerintah atau siapapun, akan menjamin terwujudnya penegakan hukum yang tegas dan adil. Peradilan yang bebas dari tekanan apapun akan mampu mewujudkan keadilan yang seadil-adilnya bagi seluruh rakyat. Kondisi ini harus benar-benar diwujudkan karena setiap individu rakyat menghendaki keadilan dapat dirasakan seluruh lapisan rakyat.
f. Kebebasan Berserikat/Berorganisasi dan Mengeluarkan Pendapat
Berserikat atau berorganisasi dan mengeluarkan pendapat merupakan hak warga Negara. Oleh sebab itu, pemerintah harus menjamin hak tersebut sebagai wujud dari pemerintahan yang demokratis.
Perkumpulan-perkumpulan masyarakat, baik yang berbentuk organisasi masyarakat (ormas) maupun organisasi politik (partai politik), juga kebebasan masyarakat untuk mengeluarkan pendapat sekaligus dapat menjadi sarana yang baik untuk mengontrol atau mengawasi pemerintah. Dikatakan demikian, karena melalui ketiga kegiatan tadi saran atau kritik rakyat dijadikan sebagai penilaian bagi kinerja pemerintah sehingga jalannya pemerintahan dapat berjalan dengan baik, demokratis dan sesuai dengan konstitusi yang ada.
g. Kebebasan Pers/Media Massa
Kebebasab pers/media massa, baik cetak maupun elektronika merupakan prinsip penting seperti prinsip-prinsip yang lain. Melalui kebebasan pers, rakyat dapat menyuarakan suara hati dan pikirannya kepada khalayak umum (public) melalui media massa. Mengekang kebebasan pers berarti mengekang hak-hak rakyat untuk menyuarakan aspirasinya. Penilaian tersebut juga berlaku pada cara kerja pemerintah. Pemerintah yang tidak mau mendengarkan dan menyerap aspirasi rakyat bukanlah pemerintah yang demokratis.
Kesimpulan
Demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan yang berasal dari rakyat dan selalu mengikutsertakan rakyat dalam pemerintahan rakyat.
Daftar Pustaka
Sumarsono S. dkk. 2001. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Agus. dkk. 2007. Kewarganegaraan. Jakarta: Yudhistira.

NORMA

NORMA
A. Hakikat Norma
Manusia sebagi makhluk ciptaan Tuhan terlahie sebagai makhluk individu. Seiring pertumbuhannya, kodrat manusia pun bergeser menjadi makhluk sosial. Mengapa demikian? karena sejak lahir hingga meninggal dunia manusia senantiasa mmembutuhkan pertolongan dan bantuan orang lain. Mereka selalu ingin hidup bermasyarakat, bergaul, dan berinteraksi satu terhadap yang lainnya. Demikianlah kodrat manusia, di sa,ping sebagai makhluk individu, manusia juga berperan sebagai makhluk sosial. Seorang ahli filsafat bangsa Yunani, Aristoteles, menyatakan bahwa manusia merupakan zoon politicon. Artinya, manusia itu pada dasarnya selalu mempunyai keinginan untuk hidup bersama-sama, bergaul, dan berkumpul dengan manusia lainnya.
1. Pengertian Norma
Bila didefinisikan, norma adalah suatu kaidah yang digunakan sebagai standar atau ukuran tentang perbuatan manusia, mana yang benar mana yang salah, serta mana yang baik dan mana yang buruk. Norma selanjutnya digunakan sebagai peraturan hidup manusia dalam pergaulan masyarakat.
Norma sebagai peraturan hidup mengikat setiap manusia. Setiap manusia harus mematuhi dan menaati norma yang berlaku di masyarakat. Norma tidak boleh dilanggar oleh siapapun. Jika melanggar maka akan mendapat sanksi.
2. Pentingnya Norma dalam Masyarakat
Dalam setiap masyarakat pasti terdapat norma. Keberadaan norma sangat lekat dengan masyarakat. Oleh sebab itu, keberadaan norma sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat. Pentingnya norma dalam masyarakat disebabkan karena norma mempunyai peranan berikut ini.
a. Menciptakan Ketertiban di Masyarakat
Agar kehidupan masyarakat dapat berjalan teratur, tertib dan damai, maka diperlukan norma. Norma mengatur semua komponen yang ada di masyarakat. Norma juga mengatur pola hubungan setiap individu yang menjadi anggota masyarakat. Dengan demikian, adanya norma menciptakan ketertiban di masyarakat.
b. Mencegah Benturan Kepentingan di Masyarakat
Dalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia memiliki sifat, watak, selera, keinginan dan kepentingan masing-masing. Keinginan dan kepentingan manusia satu dengan yang lain tidak selalu sama. Terkadang, keinginan dan kepentingan beberapa orang sepadan. Ketika keinginan dan kepentingan mereka seirama, tentunya tidak menimbulkan masalah. Bahkan dengan kerja sama yang baik, setiap rencana yang mereka buat dapat lebih mudah diwujudkan.
Akan tetapi, ketika keinginan dan kepentingan mereka berbeda atau malah bertentangan, maka dapat menimbulkan gangguan hubungan di antara mereka. Jika hal ini dibiarkan dalam waktu lama, tentunya dapat mengganggu ketentraman dan keamanan masyarakat. Oleh sebab itu, dalam masyarakat dibutuhkan norma.
3. Jenis-Jenis Norma
Pada dasarnya, kaidah atau norma berisi perintah dan larangan. Perintah merupakan keharusan bagi seseorang untuk berbuat sesuatu karena akan mendatangkan kebaikan. Sebaliknya, larangan merupakan keharusan bagi seseoranguntuk tidak berbuat sesuatu yang negatif atau buruk karena akan menimbulkan hal yang tidak baik.
Berkaitan dengan hal itu, sistem norma yang berlaku bagi manusia sekurang-kurangnya terbagi menjadi empat jenis. Keempat jenis norma tersebut yaitu norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, dan norma hukum. Keempat norma kehidupan tersebut berjalan secara sistematik, simultan, dan komplementer bagi manusia. Artinya, saling bertautan dan saling melangkapi antara yang satu dengan yang lainnya.
a. Norma Agama
Norma agama merupakan peraturan hidup yang diterima sebagai parintah-perintah, larangan-larangan, dan ajaran-ajaran yang berasal dari Tuhan. Ajaran-ajaran Tuhan ini terdapat dalam kitab suci masing-masing agama, Al Quran bagi agama Islam, Al Kitab bagi agama Katolik dan Protestan, Tripitaka bagi agama Buddha, dan Weda bagi agama Hindu.
Pelanggaran norma ini diancam hukuman dari Tuhan, baik di dunia maupun di akhirat nanti.
b. Norma Kesusilaan
Norma kesusilaan merupakan peraturan hidup yang dianggap sebagai suara hati sanibari manusia (insan kamil). Peraturan hidup ini berupa bisikan kalbu atau suara batin yang diakui dan disadari oleh setiap orang sebagai pedoman dalam sikap dan perbuatannya.
Contoh :
1) Hendaklah engkau berlaku jujur.
2) Hendaklah engkau berbuat baik terhadap sesama manusia.
Pelanggaran norma ini mengakibatkan rasa bersalah dan penyesalan mendalam bagi si pelanggar.
c. Norma Kesopanan
Norma kesopanan merupakan peraturan hidup yang timbul dari pergaulan segolongan manusia. Peraturan-peraturan itu diikuti dan ditaati sebagai pedoman yang mengatur tingkah laku manusia di sekitarnya.
Contoh :
1) Orang muda harus menghormati orang yang lebih tua
2) Jangan meludah di lantai atau di sembarang tempat.
3) Mempersilakan tempat duduk kepada wanita di dalam kereta api atau bus, terutama wanita yang tua, hamil, atau membawa bayi.
Pelanggar norma ini mengakibatkan celaan atau pengasingan dari lingkungan masyarakat.
d. Norma Hukum
Norma hukum merupakan peraturan hidup yang dibuat oleh penguasa negara. Bersifat memaksa dan mempunyai sanksi-sanksi yang tegas.
Contoh :
1) Barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama 15 tahun (KUHP Bab XIX Pasal 338).
2) Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut (KUH Perdata Bab III Pasal 1365).
Pelanggar Norma ini akan mendapatkan sanksi berupa hukuman penjara atau berupa denda sejumlah uang dan sitaan atas benda yang berkaitan dengan pelanggaran yang dilakukan oleh aparat penegak hukum.


DAFTAR PUSTAKA
Dwiyono, Agus. 2006.Kewarganegaraan. Jakarta : Yudhistira.
http://id.wikipedia.org/wiki/Norma